Ekspor pasir lautnya telah dilarang pada era Presiden Megawati. Berselang 20 tahun, ekspor justru dibuka kembali oleh Presiden Jokowi. Banyak kalangan menentang kebijakan ekspor pasir laut sejak disahkan oleh Presiden Jokowi. Bahkan muncul pertanyaan, siapa yang menuai untung dari kebijakan ini.
Indonesia menjadi pemasok utama pasir laut ke Singapura. Pada zamannya, Singapura sempat diuntungkan dari adanya ekspor pasir ini hingga negaranya bisa diperluas.
Kebijakan ini tentunya paradoks dengan amanat Undang-Undang Kelautan yang terus menekankan pada pendekatan ekonomi di sektor kelautan. Selain memiliki efek destruktif pada ekosistem laut dan masyarakat yang tinggal di area eksploitasi, ternyata devisa dari hasil eksport pasir laut ini relatif kecil.
Keuntungan jangka pendek memang tidak sebanding dengan kerugian ataupun masalah yang akan datang. Seperti ancaman abrasi, tenggelamnya pulau, kekeruhan, hingga terganggunya ekosistem dan juga biodiversity, serta potensi konflik terhadap masyarakat yang tinggal di area sekitar eksploitasi.
Pada 2003, pemerintah telah menghentikan ekspor pasir laut lewat SK Menperindag Nomor 117/MPP/KEP/2003 Tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Alasannya, guna mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di Tanah Air.
Pada 2007, pemerintah kembali mengonfirmasi larangan tersebut sebagai upaya melawan pengiriman ilegal.
Larangan ekspor pasir laut menjadi pemicu perselisihan Indonesia dan Singapura. Kala itu, Singapura menuduh Jakarta menggunakan larangan tersebut sebagai tekanan dalam negosiasi perjanjian ektradisi.
Karena faktanya, Indonesia menjadi pemasok utama pasir laut untuk proyek perluasan lahan di Singapura. Pada 1997-2002, rata-rata Indonesia mengirim lebih dari 53 juta ton pasir laut per tahun ke Singapura.
Pengerukan pasir untuk reklamasi Singapura berasal dari Kepulauan Riau. Sejak 1976-2002, pasir di Perairan Kepri dikeruk guna mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura, sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir laut dijual dengan harga 1/3 dollar Singapura per meter kubiknya.
Saking masifnya aktivitas pengerukan, menyebabkan Pulau Nipah yang masih masuk wilayah Kota Batam nyaris tenggelam karena abrasi. Berkat reklamasi, luas daratan Singapura sebelum merdeka dari Malaysia adalah 578 kilometer persegi. Saat ini, luasnya sudah bertambah 719 kilometer alias bertambah 25% lebih.
Dalam Pasal 9 PP Nomor 26/2023, pemerintah mengatur hasil sedimen laut dapat dimanfaatkan untuk empat hal, yakni reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aturan ekspor pasir laut ini pun tentunya menuai kontroversi. Hasil riset Universitas Lampung menyebut, ada 10 dampak negatif penambangan lingkungan hidup di antaranya, meningkatkan abrasi dan erosi laut, menurunkan kualitas perairan laut dan pesisir, semakin keruhnya air laut, meningkatkan pencemaran pantai, dan meningkatkan intensitas banjir air rob.
Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti menentang keputusan Presiden Jokowi ini. Tak hanya dari aspek lingkungan, kebijakan membuka ekspor pasir laut dinilai merugikan rakyat di Tanah Air.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi mengatakan program ini bukan hanya menjual pasir tapi menjual Tanah Air karena penjualan pasir laut akan menyebabkan penyusutan wilayah Tanah Air.
Di tengah komentar negatif itu, pemerintah tetap pada pendiriannya. Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berdalih, kebijakan terbaru ini tidak akan merusak lingkungan. Namun, memberi manfaat kegiatan ekonomi industri, khususnya pendalaman alur laut.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengklaim, pemerintah akan melakukan pengerukan terhadap sedimentasi pasir di sejumlah titik yang mengalami penumpukan, di antaranya dekat jalur Malak hingga perbatasan antara Batam dan Singapura.
Arifin beralasan, sedimen ini perlu dikeruk dan diekspor karena jika tidak maka akan berakibat pada terjadinya pendangkalan, dan membahayakan jalur laut.