Gedung Candra Naya dibangun pada abad ke-19, dan merupakan bekas kediaman Khouw Kim An, Mayor Tionghoa ke-5 dan terakhir di Indonesia. Bangunan bergaya arsitektur Tionghoa kuno tersebut menjadi salah satu saksi sejarah masyarakat Tionghoa di Indonesia, dan telah resmi terdaftar sebagai cagar budaya nasional sejak tahun 1990.
Dalam acara bedah buku “Rumah Mayor Tionghoa di Jakarta (Pasca Pemugaran)” yang digelar pada 3 Juni lalu, penulis buku Prof. Naniek Widayati menceritakan kisah tentang pemugaran maupun pasca pemugaran rumah mayor Tionghoa di Jakarta. Naniek mengatakan bahwa buku tersebut didedikasikan bagi komunitas dan pemerhati Tionghoa Indonesia.
Naniek juga menegaskan bahwa motivasi awal dalam menulis buku tersebut adalah menyampaikan dan mengedukasi masyarakat serta generasi yang akan datang terkait latar belakang dan sejarah gedung Candra Naya. Naniek menambahkan, di era globalisasi dengan teknologi maju seperti sekarang, masyarakat harus terus memperkuat lokalisme, baik dari kebiasaan, budaya, maupun peninggalan bangunan budaya.
Sementara itu, Ng Andre Hutama selaku pembahas buku tersebut mengatakan gedung Candra Naya merupakan peninggalan arsitektur yang penuh kenangan, dan kini telah menjadi bangunan cagar budaya bersejarah. Andre juga mengatakan bahwa perjuangan Profesor Naniek Widayati bersama tim konservasinya terhadap bangunan ini patut diapresiasi.
Khouw Kim An adalah seorang pengusaha dan birokrat Tionghoa Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, Khouw Kim An diangkat sebagai mayor Tionghoa, dan bertanggung jawab menjaga kepentingan masyarakat Tionghoa setempat. Profesor Naniek Widayati menganggap sosok Khouw Kim An sebagai seorang pahlawan. Selain kaya dan berpendidikan, Khouw Kim An juga banyak berkontribusi terhadap masyarakat, sehingga layak dijadikan panutan oleh generasi mendatang.