Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akhirnya disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi undang-undang. Indonesia kini telah memiliki beleid hukum pidana yang benar-benar produk asli bangsa ini dengan segala kontroversi panjang yang menyertainya. Satu hal yang mungkin bisa bersepakat, bahwa semangat untuk memperbarui beleid hukum pidana jelas patut diapresasiasi.
KUHP yang lama memang harus diganti dengan yang baru karena tidak lagi sesuai dengan kehidupan masyarakat modern. Hukum pemidanaan kini tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif, yaitu keadilan yang mengutamakan balas dendam, tetapi berorientasi pada paradigma hukum pidana modern yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif.
Gelombang protes masih terus bermunculan saat RKUHP disahkan oleh anggota DPR pada Rapat Paripurna kemarin. Tidak hanya di luar gedung parlemen, di dalam gedung pun interupsi dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera mewarnai jalannya rapat paripurna. Proses pembahasan RKUHP dianggap mencerminkan hasil dari praktik legislasi di Indonesia yang antipartisipasi masyarakat. Sorotan utamanya ialah kekhawatiran atas masa depan demokrasi Indonesia yang diprediksi akan mengalami kemerosotan dengan adanya pasal-pasal bermasalah.
Yang jelas, kontroversi, polemik, dan benturan kepentingan dalam melahirkan sebuah kebijakan memang tidak bisa dihindari, termasuk dalam pembuatan undang-undang. Dalam sebuah proses politik pengambilan kebijakan, tidak mungkin semua kepentingan bisa diakomodasi seluruhnya. Kini, seusai pengesahan menjadi undang-undang, saluran ketidaksetujuan terhadap substansi beleid hukum pidana tersebut berada pada jalur legalistik, yakni melalui gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Namun, yang jelas, sejumlah penundaan atas pengesahan yang dilakukan pemerintah dan DPR juga membuktikan pembuat undang-undang pun telah berupaya untuk mengakomodasi seluruh aspirasi warga negara. Bahkan, UU itu juga tidak akan langsung berlaku karena masih harus melalui masa sosialisasi tiga tahun ke depan.
Sumber:
Media Indonesia