Jakarta: Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta memeriksa majelis hakim. Pemeriksaan terkait putusan bebas terdakwa kasus bantuan sosial (bansos) bencana kebakaran di Mataram.
"KY dan MA wajib memeriksa oknum hakim yang menutus perkara ini, selain memeriksa perkaranya sendiri," kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar dalam keterangan yang dikutip Senin, 29 Mei 2023.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram memutus bebas terdakwa Andi Sirajudin, Sukardin, dan Ismud. Dua di antara mereka ialah terdakwa dugaan korupsi dana bansos 248 korban kebakaran di Kabupaten Bima.
Salah satu pertimbangan majelis hakim memutus bebas terdakwa yakni argumen bahwa pemberian itu sukarela dari penerima bansos. Fickar menyebut hal itu tak bisa dibenarkan, apalagi para terdakwa merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas melayani masyarakat.
"Padahal sudah jelas ASN apapun alasannya tidak boleh menerima gratifikasi berkaitan dengan tugasnya, itu menjurus pada sikap koruptif," lanjutnya.
Terlebih, kata dia, ada bukti rekaman percakapan permintaan uang yang sudah menjadi bukti kuat dalam kasus tersebut. Sehingga, Fickar melihat putusan bebas hakim sangat mengherankan.
Menyikapi putusan ini, Kejaksaan Negeri Bima langsung mengajukan kasasi pada 10 Mei 2023. Kasi Pidsus Kejari Bima, Sigit Muharam, mengatakan putusannya majelis hakim tak mempertimbangkan fakta persidangan.
"Kalau fakta di persidangan sudah jelas baik saksi maupun para terdakwa yang menjadi saksi mahkota sudah menyatakan bahwa uang tersebut bisa dimintakan karena ada inisiatif awal dari terdakwa Sirajudin. Atas perintah Sirajudin itu kemudian ditindaklanjuti oleh Sukardin maupun Ismud selalu kabidnya," kata Sigit.
Dalam menyusun dakwaan, pihaknya telah melengkapi dengan sejumlah dokumen bukti berupa ratusan surat pernyataan dari korban. Termasuk, keterangan saksi yang hadir di persidangan.
"Berdasarkan alat bukti 200 surat pernyataan dan beberapa saksi di persidangan yang kita hadirkan, juga menyatakan ada yang keberatan dan tidak. Tapi selaku PNS kan tidak boleh menerima uang, sebagaimana kalau kita lihat di buku saku KPK ada mana uang yang boleh diterima sama PNS atau ASN atau tidak," katanya.
Adapun pihaknya telah menembuskan surat permohonan kasasi kepada Komisi Yudisial (KY) dan Kamar Pidana Mahkamah Agung. Sehingga, dapat menjadi pertimbangan terkait pengawasan hakim di perkara ini.
Dalam perkara ini, ketiga terdakwa mengutip dana bansos untuk 258 korban kebakaran. Menurut keterangan penerima, para terdakwa yang bekerja di dinas sosial ini melakukan pemotongan dengan alasan biaya administrasi.
Nilai potongan cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta per penerima. Dari pemotongan itu, Sukardin mengumpulkan Rp105 juta. Hasil pemotongan kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud.
Dari dana yang terkumpul, jaksa pun menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp50 juta diambil Sukardin.