Tidak bisa dimungkiri bila citra Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini sedang jatuh-jatuhnya. Kelakuan sejumlah pegawai dan pejabat mereka beserta keluarga mereka yang nirempati dengan kegemaran pamer kekayaan di muka umum tidak hanya membuat masyarakat muak, tetapi juga telah memaksa KPK bergerak memeriksa orang-orang di kementerian itu yang dicurigai menumpuk harta dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Namun 'kejatuhan' kementerian bendahara negara itu sesungguhnya juga menjadi berkah buat negeri ini. Kini, satu per satu kelakuan pejabat publik yang bertingkah hedonistik dibongkar habis oleh publik. Bukan cuma mereka yang bekerja di Kemenkeu, melainkan juga di instansi-instansi lain yang selama ini dikenal sebagai tempat 'basah'.
Ibarat permainan sepak bola, publik ialah gelandang pengumpan dan aparat penegak hukum ialah striker. Sejatinya gaya hidup hedonistik tidak cuma membuat geli dan risih yang melihatnya, tetapi juga sekaligus mempertontonkan dugaan aliran uang busuk. Aliran itulah yang mesti diperiksa, diselidiki penegak hukum agar ketahuan apakah uang-uang yang dialirkan itu betul busuk atau tidak.
Sayangnya, dalam hal pengungkapan keserakahan pejabat dan keluarga mereka sering kali gerak publik jauh lebih gesit dan agresif ketimbang aparat pengawas dan penegak hukum. Aparat pengawas semacam inspektorat jenderal di kementerian layaknya macan ompong. Bahkan, tidak cuma ompong, kadang-kadang mereka pura-pura buta dan tuli.
Bagaimana tidak disebut buta dan tuli kalau mereka tidak tahu objek yang mestinya mereka awasi punya aset dan harta yang nilainya tidak sesuai dengan profil jabatan dan gaji. Di depan mata mereka, orang-orang hedonis dan keluarga mereka terus memamerkan kemewahan. Mereka tidak lihat atau pura-pura tidak lihat?
Sumber:
Media Indonesia