Pada 13 November 1947 terjadi kejadian penangkapan dan eksekusi mati terhadap Kapten Harun Kabir yang dilakukan tentara Belanda. Sebelumnya, Harun Kabir sempat bertemu dengan istri dan tiga putrinya di markas tentara Indonesia di kawasan Bunga Melur. Sejak pergi bergerilya, Harun sudah lama tidak menemui anak dan istrinya.
Ia sempat mengatakan pada istrinya, Sukarti, bahwa besok pagi dirinya akan pergi menemui Letnan Kolonel Alex Kawilarang dan Mayor Kosasih untuk tugas ke markas besar tentara di Yogyakarta. Harun meminta istrinya agar membawa anak-anaknya bergabung dengan para pengungsi. Namun dini hari, pada 13 November 1947, satu peleton pasukan belanda mengepung gubuk kecil di kawasan Cioray, Cianjur, tempat harun dan keluarganya bermalam.
Harun dan dua pengawalnya, yakni Letnan Arifin dan Sersan Sukardi ditangkap, kemudian ditembak mati tak jauh dari gubuk. Ia dieksekusi di hadapan istri, dan dua putrinya, Hetty dan Tina, yang masih kecil. Jasad Kapten Harun Kabir, Letnan Arifin dan Sersan Sukardi, dimakamkan penduduk setempat di Ciora.
Pada tahun 1961, jasad Harun yang sudah berupa kerangka dipindahkan ke taman makam pahlawan Cianjur. Namun, tiga tahun kemudian, atas permintaan keluarga, kerangka jasad Harun Kabir dipindahkan lagi ke pemakaman keluarga di Ciandam, Sukabumi. Menurut keluarga, pemindahan ini sesuai dengan permintaan Harun Kabir, yang pernah berpesan ingin dikuburkan di samping makam ayahnya, Raden Abung Kabir Natakusumah.