NEWSTICKER

Meski Turun, Data Cadangan Devisa Masih Bisa Bikin Rupiah Bertaji

Ilustrasi Rupiah. Foto: Medcom.id/Husen Miftahudin.

Meski Turun, Data Cadangan Devisa Masih Bisa Bikin Rupiah Bertaji

Husen Miftahudin • 9 June 2023 18:26

Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan. Mengutip Bloomberg, Jumat, 9 Juni 2023, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp14.840 per USD, naik 55 poin atau setara 0,37 persen dari posisi Rp14.895 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah utamanya disebabkan oleh data cadangan devisa yang dirilis Bank Indonesia (BI). Meski mengalami penurunan, cadangan devisa tersebut dinilai masih tetap terjaga.

"Ini terlihat dari nilai cadangan devisa yang setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. posisi itu juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya.

Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2023 sebesar USD139,3 miliar. Posisi ini lebih rendah USD4,9 miliar dari April 2023 sebesar USD144,2 miliar.

Salah satu penyebab penurunan cadangan devisa ialah kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas perbankan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian.

Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga.

"Hal ini seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional," paparnya.

Diketahui, cadangan devisa adalah aset yang dimiliki oleh bank sentral dan otoritas moneter, biasanya dalam mata uang cadangan yang berbeda. Adapun mata uang yang dipakai dalam cadangan devisa biasanya adalah mata uang yang berlaku secara internasional alias diakui di banyak negara seperti dolar AS, euro, yen, yuan, dan poundsterling.

Faktor eksternal

Sementara itu, dari luar negeri Ibrahim memandang dolar AS beringsut lebih tinggi terhadap mata uang lainnya setelah penurunan tajam karena para pedagang mencari tempat berlindung yang aman menyusul data inflasi Tiongkok yang lemah.

"Safe haven dolar AS menerima dorongan dari data Tiongkok yang positif yaitu data inflasi konsumen Tiongkok yang menyusut pada Mei dari bulan sebelumnya. Sementara inflasi produsen turun pada laju tertajam dalam tujuh tahun terakhir," sebutnya.

Ibrahim menjelaskan, hal ini mengikuti serangkaian pembacaan ekonomi yang lemah dari Tiongkok dalam dua minggu terakhir, yang menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia dan pendorong pertumbuhan regional utama, sedang berjuang untuk pulih dari pukulan covid-19.

Lebih lanjut ia menilai hal ini dapat mendorong Pemerintah Tiongkok untuk meluncurkan langkah-langkah yang lebih mendukung dalam beberapa bulan mendatang. Namun di sisi lain, hal tersebut kemungkinan akan semakin melemahkan yuan dan meningkatkan nilai dolar AS.

"Namun, pemantulan ini di AS mata uang datang setelah kerugian besar dan kuat di sesi sebelumnya setelah data ketenagakerjaan yang lemah. Kondisi ini menunjukkan jeda dalam siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve selama setahun," terang dia.

Ia memprediksi, rupiah pada perdagangan Senin depan akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar masih alami penguatan. "Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.810 per USD hingga Rp14.890 per USD," tutup Ibrahim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Husen Miftahudin)